Friday, April 13, 2007

Ininnawa

Di halaman depan web ininnawa punyanya kafe baca Biblioholic, aku temukan pepatah Bugis yang indah, yang bunyinya Ininnawa mitu denre sisappa, sipudoko, sirampe teppaja yang artinya Hanya budi baik yang akan saling mencari, saling menjaga dalam kenangan tanpa akhir.

Selaiknya memang demikianlah semestinya kita menjalani hidup dan berinteraksi dengan sesama. Saling mengukuhkan dan menjaga persahabatan & persaudaraan yang dilandasi cinta, ketulusan hati, niat dan budi baik (Ininnawa). Tak lantas memutuskan silaturahim atau bahkan menyulut api pertengkaran hanya karena nila setitik yang sebenarnya persoalannya bisa dikomunikasikan bersama. Tak eloklah bila kita menerapkan karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena sedikit kesalahan, hilang dan tak berarti lagi budi yang pernah ada. Bukankah kita hanyalah manusia biasa yang pasti tak luput dari khilaf dan salah? Saling memaafkan dan terus menjaga hubungan baik tentu jauh lebih indah.
Wallahu alam bisshawab

~Just A Humble Contemplation~

Setiap orang punya episode hidup yang punya limit waktu kapan akan berakhir. Persoalannya bukan pada lama atau sebentarnya waktu yang kita punya dalam melakoni kisah hidup kita masing-masing. Namun lebih pada bagaimana kita memaknai hidup ini dan banyak berartikah sekian usia yang kita habiskan. Seperti apa tolak ukur nilai keberartian itu, anyway? Additionally, what makes our life worthy and meaningful? Is it by doing many nice things for our parents, relatives, siblings, the poor people, etc? if there are questions again asking us about how to do those nice things and what kind of those nice things that we should do to make our lives worthy and blessfull?

Sometimes, we’re just asking many questions too much about noble things, discussing them too much, but lack of doing something meaningful. Well, doing this writing just a kind of my contemplation, anyway…

Menulis :)

Menuangkan ide, pikiran, opini, cerita sehari-hari ataupun imajinasi ke dalam sebuah tulisan buatku tidak mudah bahkan sampai saat ini. Mungkin karena jemariku sudah lama sekali tidak mengakrabkan diri dan menyengajakan diri untuk menulis. Yah menulis tentang apa saja. Bahkan diaryku saja kadang berminggu-minggu bahkan sampai hitungan bulan baru aku goreskan lagi cerita di dalamnya. Padahal dulunya, aku suka sekali berbagi cerita dengannya :)

Tentang menulis,aku jadi teringat seorang teman yang pernah mengajakku untuk menulis. Demi memotivasiku ia bahkan akan memperkenalkan aku dengan penerbit kenalannya jika saja tulisanku sudah rampung. Aku menolaknya dengan halus, alasanku belum ada waktu saat itu. Sebenarnya, kalo mau jujur, aku sebenarnya gak tau aku mau nulis apa hehehehe. Boro-boro mau diterbitin jadi sebuah buku, nulis beberapa paragraph untuk kolom opini sebuah surat kabar saja, mungkin aku belum mampu.

Kali ini aku mau membiasakan diri untuk menulis meski hasilnya masih amburadul. Satu hal yang membuat semangatku bangkit untuk menulis sehabis membaca buku “Menulis Sangat Mudah” karangan Ersis Warmansyah Abbas. Menurutnya, menulis jauh lebih terhormat (walaupun hasilnya belum sempurna) daripada ngomong belaka, karena keberadaan tulisan melampaui batas ruang dan waktu. Ketika penulisnya sudah tiada, gagasan/ide/pendapatnya masih dapat dibaca oleh generasi demi generasi berikutnya.

Tapi ini bukan soal terhormat atau enggaknya menulis itu sampe aku tertarik untuk menulis. Alasanku sebenarnya sederhana aja, aku cuma yakin bahwa pekerjaan menulis itu pasti akan banyak manfaatnya, entah itu mengasah otak, sebagai media alternatif berbagi pandangan dengan org2 lain atau sekedar menuangkan cerita, pemikiran dan imajinasi. Dan setelah akhirnya sering dilakoni, ternyata menulis itu menyenangkan dan mengasyikkan hehehehe.